Selasa, 21 Mei 2013

Tongkrongan Setan



1.      Tempat buang air besar dan kecil
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya tempat buang hajat itu disukai para syetan. Maka jika salah seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), bacalah: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
2.      Tempat Kotoran dan Tempat Pembuangan Sampah.
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Syetan ditemukan di tempat-tempat najis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah, kotoran serta pekuburan.”[1]
3.      Tempat Kosong dan Rusak.

Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam berkata: “Janganlah kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman, karena tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan.” (HR. Bukhari dalam “Kitab Al-Adabul Mufrad: 579). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahulloh berkata: “Oleh karena itu, syetan banyak ditemukan di tempat yg telah rusak dan kosong.”[2]
4.      Kandang Unta.
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalatlah kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing & janganlah kalian shalat di tempat peristirahatan (kandang) unta, karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syetan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Penyebab dilarangnya shalat di kamar mandi, tempat peristirahatan (kandang) unta dan yang semisalnya adalah karena itu adalah tempat-tempat para syetan.”[3]
5.      Rumah-rumah bergambar dan ada anjingnya
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.” (HR. Bukhari: 3226 dan Muslim: 2106). Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syetan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)
6.      Jalan-jalan dan Lorong-lorong
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika telah datang malam, maka cegahlah anak-anak kalian untuk keluar rumah, karena sesungguhnya jin saat itu berkeliaran. Matikan lentera di saat tidur karena sesungguhnya binatang fasik (tikus) itu kadang menarik sumbu lampu sehingga membakar penghuni rumah tersebut”. (HR. Bukhari)
7.      Pasar
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk pasar jika engkau mampu. Dan jangan pula menjadi orang paling terakhir yang keluar dari pasar, karena pasar itu adalah tempat beranak-pinaknya syetan dan disanalah ditancapkan benderanya.” (HR. Muslim).Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tempat di muka bumi ini yang paling disukai oleh Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.” (HR. Muslim).
8.      Tempat-tempat Kesyirikan, Bid’ah dan Kemaksiatan
Syetan ditemukan di tempat yang di dalamnya manusia melakukan kesyirikan, bid’ah & kemaksiatan. Tidaklah dilakukan bid’ah dan penyembahan kepada selain Allah subhaanahu wata’ala, kecuali syetan memiliki andil di dalamnya terhadap para pelakunya.
9.      Kuburan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali kuburan & kamar mandi.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pada pekuburan itu terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat mangkalnya para syetan.”[4]
10.  Celah-celah Bukit.
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, “Janganlah salah seorang diantara kalian kencing di lubang…” Mereka berkata kepada Qatadah: “Apa yg menyebabkan dilarangnya kencing di lubang?” Dia berkata : “Itu adalah tempat tinggalnya jin”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
11.  Lembah-lembah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin, karena sesungguhnya mereka lebih banyak ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran tinggi.”[5]
12.  Lautan
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Iblis membangun singgahsananya di atas lautan, lalu dari situlah dia mengkoordinor pasukannya. (HR. Muslim).



[1] Kitab Majmu Fatawa, juz. 19, hal. 41
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid, hal. 33

Sabtu, 04 Mei 2013

Konsep Waktu



Di dalam adat Djawa sering kali kita jumpai masyarakat Djawa mecari hari baik dalam menentukan hari penting (punya gawe). Sering kali masyarakat Djawa dengan penuh hati-hati memperhitungkan hari yang akan dipilh untuk suatu acara gawe. Dalam kepercayaan masyarakat Djawa ada cerita mengapa masyarakat Djawa pantang sekali terhadap hari-hari tertentu. Mereka menganggap, bila melanggar hari tersebut maka mereka akan mendapatkan kesialan atau musibah, entah itu akan menimpa dirinya sendri atau keluarganya, atau bahkan semuanya. Itu alasan mengapa mereka benar-benar harus hati-hati dalam memilih hari untuk suatu acara gawe.
Waktu Baik dan Jelek
Anggarakasih (Selasa Kliwon)
Hari Anggarakasih adalah hari Selasa-Kliwon. Hari ini oleh orang Jawa dan Hindu Bali dianggap keramat. Dipercaya bahwa pada hari ini Batara siwa turun ke bumi. Dalam tradisi Jawa, bulan yang tidak memiliki hari Anggarkasih dilarang untuk melaksanakan hajat nikah dan lainnya
Bangas Padewan
Bangas Padewan adalah tanggal dalam setiap bulan yang dilarang berhajat menikahkan dan sebagainya. Larangan tersebut diberlakukan karena menurut tradisi Jawa, pada hari itu merupakan hari kebangkitan Dewa Bangas Padewan yang sering menimbulkan angkara murka di muka buka. Bangas Padewan  diidentikan dengan kesialan dan kemalangan yang akan dialami orang yang melanggar peraturan tersebut. Jika dilanggar amat berbahaya, akan mendatangkan kesusahan.
Bulan dan Tanggal Bangas


1. Sura
: 11
7.  Rejeb
: 13 dan 27

2. Sapar
: 20
8.  Ruah
:   4 dan 28

3. Rabiulawal
: 1   dan 15
9.  Pasa
:   7 dan 20

4. Rabiulakir
: 10 dan 20
10.Sawal
: 10

5. Jumadilawal
: 10 dan 11
11.Dulkangidah
:   2 dan 22

6. Jumadilakir
: 10 dan 14
12.Besar
:   6 an 29

Tabel. 1
Bulan Baik dan Jelek
Dalam setiap tahun Jawa yang berjumlah delapan, ada bulan-bulan yang baik dan jelek. Keperluan hajat nikah dianjurkan dilaksanakan pada bulan dan dihindari pada bulan jelek.
Bulan Baik dan Jelek untuk Hajat Nikah dan Akibatnya
Bulan jelek dalam perhitungan Jawa tak boleh untuk hajat nikah. Namun bulan-bulan itu memiliki derajat yang berbeda-beda. Ada yang sama sekali tidak boleh dilanggar. Konsekwensi menikah pada bulan-bulan tersebut diyakini ada bermacam-macam. Rinciannya sebagai berikut:

No.
Nama Bulan
Konsekwensi


1
Sura
Jangan dilanggar. Jika dilanggar akan mendapat kesukaran dan selalu bertengkar.

2
Sapar
Boleh dilanggar, namun akan kekurangan dan banyak hutang.

3
Rabiulawal
Jangan dilanggar, karna salah satu akan ada yang meninggal.

4
Rabiulakir
Boleh dilanggar, namun akan sering dipergunjingkan dan dicacimaki.

5
Jumadilawal
Boleh dilanggar, namun akan sering tertipu, kehilangan dan banyak musuh.

6
Jumadilakir
Kaya akan harta benda.

7
Rejeb
Selamat dan banyak anak.

8
Ruwah
Selamat dan selalu damai.

9
Pasa
Jangan dilanggar, karena akan mendapat kecelakaan besar.

10
Sawal
Boleh dilanggar, namun akan sering kekurangan dan banyak hutang.

11
Dulkangidah
Jangan dilanggar, akan sering sakit dan bertangkar dengan teman.

12
Besar
Akan kaya dan mendapat kebahagiaan.

Tabel. 2
Bulan Sarju
Sarju sebenarnya bermakna berkenan atau setuju. Namun Bulan Sarju dimaknai sebagai bulan sedang, tidak terlalu baik namun juga tidak terlalu jelek untuk melangsungkan berbagai urusan. Namun harinya harus diperhatikan. Rinciannya sebagai berikut:
Bulan
  Hari
Besar, Sura dan Sapar
: Jumat
Rabiulawal, Rabulakir dan Jumadilawal
: Sabtu dan Ahad
Jumadilakir, Rejeb dan Ruwah
: Senin dan Selasa
Pasa, Sawal dan Dulkangidah
: Rabu dan Kamis
Tabel. 3
Hari Jelek untuk Hajat Menikah
Bulan
  Hari
Jumadilakir, Rejeb dan Ruwah
: Jumat
Pasa, Sawal dan Dulkangidah
: Sabtu dan Ahad
Besar, Sura dan Sapar
: Senin dan Selasa
Rabiulawal, Rabiulakir dan Jumadilakir
: Rabu dan Kamis
Tabel. 4
Hari Jelek untuk Menikah Berdasarkan Kejadian yang Dialami Para Nabi
Ada hari-hari yang dianggap jelek dalam tradisi Jawa karna diyakini merupakan hari para nabi mengalami hal yang jelek. Antara lain:

Tgl dan Bulan
  Keterangan
13 Sura
: konon pada hari itu Nabi Ibrahim dibakar oleh Raja Namrud
3   Rabiulawal
: konon pada hari itu Nabi Adam diturunkan ke bumi dari surga
16 Rabiulakir
: konon pada hari itu Nabi Yusuf dimasukkan ke dalam sumur
5   Jumadilawal
: konon pada hari itu umat Nabi Nuh diterjang banjir
12 dan 21 Pasa
: konon Nabi Musa berperang dengan Fir'aun pada hari itu
24 Dulkangidah
: hari ditelannya Nabi Yunus oleh ikan Paus
25 Besar
: hari masuknya Nabi Muhammad ke dalam Gua Tsur
Tabel. 5
Tanggal-tanggal ini menunjukkan pengaruh Islam pada tradisi Jawa. Sayang, aplikasinya justru menjadi hari jelek yang dipantangkan untuk berhajat. Maksudnya mungkin mengingat sejarah para nabi tapi terjerumus ke dalam syirik.
Hari Sangar
Secara bahasa sangar berarti mendatangkan bala dan bencana, angker atau tidak subur. Hari sangar adalah hari yang jelek, tidak boleh untuk hajat nikah dan hajat lainnya.
Bulan                                                                                  
  Hari Sangar
Pasa, Sawal dan Dulkangidah
: Jumat
Besar, Sura dan Sapar
: Sabtu dan Ahad
Rabiulawal, Rabiulakir dan Jumadilawal
: Senin dan Selasa
Jumadilawal, Rejeb dan Ruwah
: Rabu dan Kamis
Tabel. 6
Kunarpawarsa (Tahun Bencana)
Berasal dari kata kunarpa yang bermakna bangkai atau mayat dan warsa yang beratri tahun. Dalam tahun Kunarpawarsa hari jelek yang hari jelek yang dilarang untuk menikah dan hajat lainnya. Hitungannya jatuh pada setiap tanggal 29 atau 30 bulan Besar.
Pantangan Bulan
Menurut primbon, melakukan hajat nikah dan sebagainya pada bulan-bulan yang jelek akan menimbulkan musibah-musibah tertentu. Rinciannya sebagai berikut:

Sakit atau kena racun jika melanggar pantangan bulan Jumadilakir dan Dulkangidah pada tahun Alip[1]
Sakit tulang jika melanggar pantangan bulan Rabiulawal dan Pasa pada tahun Ehe
Tewas atau hanyut di sungai jika melanggar pantangan bulan Rabiulawal dan Besar pada tahun Jimawal
Sakit lepra jika melanggar pantangan bulan Sura dan Sawal pada tahun Je
Sakit demam/panas jika melanggar pantangan bulan Ruwah pada tahun Dal.
Tersangkut perkara besar jika melanggar pantangan bulan Sapar dan Rejeb pada tahun Be.
Sakit kepala jika melanggar pantangan bulan Jumadilawal pada tahun Wawu.
Sakit ingatan jika melanggar pantangan bulan Sura dan Dulkangidah pada tahun Jimakir.
Tabel. 7
Perang dan Utang Sesuai Hari Pasaran
Dengan menghitung neptu hari dan pasaran akan diketahui nasibnya orang yang akan maju berperang, berhutang ataupun menagih hutang. Caranya neptu hari dan pasaran dijumlahkan, kemudian hasil penjumlahannya akan menunjukkan nasib sebagai berikut :
Hasil 7, 11 dan 15 lambangnya Janggleng (buah jati). Jika berperang terasa lambat, sering kembali.
Berhutang atau menagih tidak berhasil.
Hasil 8, 12 dan 16 lambangnya celeng (babi hutan). Jika berperang bingung. Berhutang atau menagih
gagal.
Hasil 9, 13 dan 17 lambangnya Nyangking. Jika berperang dapat menyelesaikan. Mudah berhutang
maupun menagihnya.
Hasil 10, 14 dan 18 lambangnya Kiting (cacat berupa dua jari yang menyatu). Tidak akan terjadi jika
mau berperang. Akan gagal jika berhutang atau menagih.
Tabel. 8
Adapun nilai neptu itu sendiri adalah :
Neptu hari

Neptu Pasaran
Ahad
5

Kliwon
8
Senin
4

Legi
5
Selasa
3

Paing
9
Rabu
7

Wage
7
Kamis
8



Jum'at
6



Sabtu
9



Tabel. 9
Melihat rumitnya hitungan keberhasilan berperang serta alternatifnya yang lebih sering banyak gagal (lambat dan sering kembali, bingung dan batal) daripada yang tidak gagal (itupun sekedar “dapat menyelesaikan”), mungkin inilah sebabnya orang jawa cenderung antikonflik apalagi perang. Perang membutuhkan keberanian mengambil keputusan (decisive); tidak ragu-ragu maupun was-was. Sementara hitungan dan ramalan Jawa justru melahirkan hal-hal tadi.
Perhitungan Hari Menurut Jam
Barang kali untuk mengatasi kesulitan, karena banyak dan rumitnya pantangan hari atau waktu yang tidak boleh digunakan melaksanakan hajat atau bepergian, perhitungan Jawa berusaha “mengakali” konsep hari dengan jam. Dengan teknik ini, meskipun pada hari itu sebenarnya termasuk hari naas atau sial, berpergian atau hajat tertentu dapat dilakukan pada jam tertentu. Caranya dengan memasukkan jam-jamtertentu pada hitungan hari lain.
Contohya Hari Ahad:
Jam 6-8
tetap masuk hari Ahad
Jam 8-10
dihitung masuk hari Senin
Jam 10-11
dihitung masuk hari Selasa
Jam 11-1
dihitung masuk hari Rabu
Jam 1-3
dihitung masuk hari Kamis
Jam 3-5
dihitung masuk hari Jum'at
Jam 5-6
dihitung masuk hari Sabtu
Tabel. 10
Misalnya Ahad itu masuk bulan Sura, sebenarnya Sabtu dan Ahad pada bulan itu termasuk hari sangar. Tapi suatu hajat bisa saja dilakukan, misalnya bepergian, asal pada jam 8-5 karena dihitung masuk dalam hari Senin-Jum’at. 
Saat Agung
Teknik “mengakali” hari naas dengan memilih jam juga ada dalam bentuk lain. Segala keperluan bisa dilakukan pada hari apa saja asal memilih jam yang sesuai dengan Saat Agung. Sistem perhitungan Saat Agung memiliki tujuh saat, ada yang baik dan ada yang jelek. Rinciannya sebagai berikut:
Saat yang baik
Saat yang buruk
Wiji     : bersifat aman, tentram, suka dan senang.
Lara
Cahya : bersifat terang, pantas, selalu tercapai maksudnya.
Malaekat
Rejeki: bersifat menjadi tempat perlindungan, segalanya tercapai dengan baik.
Puji

Pati
Tabel. 11
Saat agung ini memiliki fase yang berbeda pada setiap harinya. Misalnya pada hari Senin rincian Saat Agungnya sebagai berikut:
Wiji
: jam 6-8
Cahya
: jam 8-10
Lara
: jam 10-11
Rejeki
: jam 11-13
Malaekat
: jam 13-15
Puji
: jam 15-17
Pati
: jam 17-18
                           Tabel. 12
Hitungan Saat Agung ini akan berbeda untuk setiap harinya. Maka “mengakali” hari naas pun harus melihat tabelnya dalam primbon.
Saat Tertentu yang Harus Dihindari
Ada saat-saat yang harus dihindari untuk mengerjakan berbagai keperluan. Misalnya pada hari Ahad, dihindari mengerjakan keperluan pada jam 10-11 pagi dan jam 5-6 petang.
Hari ini terlihat kontradiktif dengan konsep perhitungan jam (lihat tabel. 10) yang justru memasukkan jam 10-11 hari Ahad dalam hitungan hari selasa sehingga boleh saja melakukan suatu keperluan meskipun pada hari yang naas.
Samparwangke
Samparwangke bermakna tersandung bangkai. Dalam tradisi Jawa hal ini dianggab naas. Dalam siklus wuku[2] yang 30 ada ada lima wuku yang memiliki hari samparwangke (hari naas/sengkala) yang jatuh pada ringkel Aryang. Hari samparwangke hendaknya dihindari untuk mengerjakan sesuatu karena menjadi hari naas seseorsng. Adapun Wuku yang 30 adalah :
1.  Sinta
11. Galungan
21. Maktal
2.  Landep
12. Kuningan
22. Wuye
3.  Wukir
13. Langkir
23. Manail
4.  Kurantil
14. Mandhasiya
24. Prangbakat
5.  Tolu
15. Julungpujut
25. Bala
6.  Gumbreg
16. Pahang
26. Wugu
7.  Warigalit
17. Kuruwelut
27. Wayang
8.  Waringagung
18. Marakeh
28. Kulawu
9.  Julungwangi
19. Tambir
29. Dhukut
10.Sungsang
20. Madhangkungan
30. Watugunung
Tabel. 13
Adapun Wuku yang mempunyai hari Samparwangke adalah :
No.
Nama Wuku
Hari Samparwangke
1
Warigalit
Senin Kliwon
2
Bala
Senin Legi
3
Langkir
Senin Paing
4
Sinta
Senin Pon
5
Tambir
Senin Wage
Tabel. 14
Sangarwarsa
Maknanya tahun yang sangar, dilarang berhajat menikahkan dan lainnya. Hitungannya tetap, jatuh setiap tanggal 3 bulan Sura.
No.
Nama Tahun
Harinya
1
Alip
Jum'at Legi
2
Ehe
Selasa Kliwon
3
Jimawal
Ahad Kliwon
4
Je
Kamis Wage
5
Dal
Senin Pon
6
Be
Sabtu Legi
7
Wawu
Rabu Paing
8
Jimakir
Ahad Legi
Tabel. 15

Taliwangke
Secara bahasa bermakna tali bangkai, sebuah hari yang naas dan sial. Dalam siklus wuku yang 30, ada eman Wuku yang memiliki hari Taliwangke. Hari Taliwangke hendaknya dihindari untuk mengerjakan sesuatu yang perlu. Dengan nama dan lambang khas, hari Taliwangke memiliki rincian sebagai berikut :
No.
Nama Wuku
Hari
Lambang
1
Somaye (Wuye)
Senin Kliwon
Perangkap Burung
2
Anggarayang (Wayang)
Selasa Legi
Sinar Berjalan Matinya Sapi Hutan
3
Bodanep (Landep)
Rabu Paing
Ikan Pringga Mati
4
Warigamis (Warigalit)
Kamis Pon
Manusia Mati
5
Sukraingan (Kuningan)
Jum'at Wage
Tumbuh-tumbuhan Rontok
6
Tumpaklote (Kuruwelut)
Sabtu Kliwon
Kapas Garing
Tabel. 16
Tanggal Naas
            Masing-masing bulan memiliki tanggal naas yang dilarang untuk menggelar hajat nikahan dan sebagainya.
No.
Bulan
Tanggal
No.
Bulan
Tanggal
1
Sura
6 dan 11
7
Rejeb
2 dan 14
2
Sapar
1 dan 20
8
Ruwah
12 dan 13
3
Rabiulawal
10 dan 20
9
Pasa
9 dan 20
4
Rabiulakir
10 dan 20
10
Sawal
10 dan 20
5
umadilawal
1 dan 11
11
Dulkangidah
12 dan 13
6
Jumadilakir
10 dan 14
12
Besar
6 dan 10
Tabel. 17
Tanggal Sangar
            Agar terhindar dari akibat buruk, segala keperluan yang penting hendaknya menghindari bulan, tanggal dan hari Taliwangke beriku :
Sura tanggal 11, 14, 17 dan 27 serta hari Rabu Paing, jika dilanggar akan berakibat halangan yang lebih besar.
Sapar tanggal 1, 2, 20 dan 22 serta hari Kamis Pon, jika dilanggar berakibat sering sakit.
Rabiulawal tanggal 10, 13, 15 dan 23 serta hari Jum'at Wage, jika dilanggar berakibat sakit perut.
Rabiulakir tanggal 10, 15, 20 dan 25 serta hari Sabtu Kliwon, jika dilanggar berakibat sakit tulang.
Jumadilawal tanggal 10, 11, 16 dan 26 serta hari Senin Kliwon, jika dilanggar berakibat sakit tulang.
Jumadilakir tanggal 3, 11, 14 dan 21 serta hari Selasa Legi, jika dilanggar berakibat sakit ingatan.
Rejeb tanggal 2, 11 dan 22 serta hari Rabu Paing, jika dilanggar berakibat keracunan.
Ruwah tanggal 14, 19, 24 dan 28 serta hari Kamis Pon, jika dilanggar berakibat keracunan.
Pasa tanggal 10, 15, 20 dan 25 serta hari Jum'at Wage, jika dilanggar berakibat sakit mata.
Sawaaal tanggal 2, 17, 20 dan 27 serta hari Sabtu Kliwon, jika dilanggar berakibat kena perkara.
Dulkangidah tanggal 6, 11, 12 dan 21 serta hari Senin Kliwon, jika dilanggar berakibat di dalam rumah bergantian sakit.
Besar tanggal 1, 13, 20 dan 23 serta hari Selasa Legi, jika dilanggar berakibat kesusahan.
Tabel. 18
Konsep Waktu Dalam Islam
Pada dasarnya, dalam ajaran Islam tidak dikenal waktu berpantang. Waktu, diluar pertimbangan yang bisa diterima oleh akal sehat, tidak dapat mempengaruhi baik-buruknya akibat sebuah perbuatan yang dilakukan. Sebab, penentuan baik-buruknya akobat mutlak dari Alloh سبحانه وتعالى .  Sekali lagi kecuali untuk beberapa sebab khusus yang sudah ditegaskan oleh sabda Nabi صلى الله عليه وسلم atau pertimbangan yang bisa diterima oleh rasio.
Bepergian misalnya. Dapat dilakukan kapan saja. Tidak ada waktu tertentu yang secara dzatiyah-nya memiliki nilai magis yang dapat menimbulkan akibat baik atau buruk. Kecuali beberapa pertimbangan logis. Seperti malam hari, tidak dianjurkan bepergian karena kegelapan yang membatasi pandangan, sehingga dikhawatirkan akan membuat celaka. Atau, perubahan produksi hormon di dalam tubuh pada malam hari yang membuat bekerja di malam hari dianggap tidak baik oleh kesehatan.
Ada juga ketentuan Nabi صلى الله عليه وسلم  yang menekankan keadaan khusus pada waktu-waktu tertentu. Seperti menjelang malam, kita dianjurkan untuk memasukkan anak-anak kita ke rumah dan menutup pintu.
Jadi, adanya waktu tertentu yang dinilai tidak baik untuk mengerjakan suatu perbuatan, dasarnya ada dua
1.    Keterangan dari dalil yang jelas (Al-Qur’an dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم )
2.    Pertimbangan yang rasional, logis dan diterima oleh akal sehat.
Pertimbangan semacam ini diperbolehkan dalam Islam.
Adapun dalam filosofi dan tradisi Jawa, baik-buruknya waktu tidak didasarkan kepada dua hal diatas. Rata-rata didomimasi kultur Hindu yang menganggap para dewa-dewa tertentu yang dapat membawa manfaat dan mudharat (bahaya), atau bahkan sama sekali tidak ada sama sekali tidak ada keterangan sebab-mussababnya serta penjelasan yang bisa diterima akal sehat. Yang penting ini hari, bulan atau musim yang baik; lalu yang itu adalah hari, bulan atau musim yang buruk.
Pertimbangan di luar dalil naqli (keterangan dari Al-Qur’an dan sunnah) dan dalil aqli (rasio) semacam itu membuat pelakunya terjebak melakukan kesyirikan, seperti mempercayai adanya sosok penguasa di waktu-waktu tertentu yang dapat memberi izin, pasti hajat tersebut sukses. Sebaliknya bila melanggar larangan, pasti bakal celaka.

[ENSIKLOPEDI SYIRIK & BID’AH JAWA Aqwam, Ust. Fahmi Suwaidi & Ust. Abu Aman]



[1] Dalam siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.

[2] Wuku adalah siklus tujuh harian atau mingguan dalam kalender Jawa. Siklus  Wuku terjadi setiap 210 hari karena ada 30 wuku yang memiliki sifat dan karakter sendiri-sendiri serta mempengaruhi kehidupan manusia.